MAKALAH JENIS - JENIS HAMA DI PEMBIBITAN JABON


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia, ternak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis. Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama. Namun demikian potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan yang dapat menjadi hama dapat dari jenis serangga, moluska, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Mungkin di suatu daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi hama (Dadang, 2006).
Tingkat kerusakan hutan yang terjadi pada periode 1985–1997 di Indonesia seluas 1,8 juta ha. Kerusakan hutan tersebut meningkat menjadi 2,8 juta ha setiap tahun pada periode 1997 –2000 (Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan, 2008). Adanya kerusakan hutan tersebut berakibat produksi kayu yang berkualitas mengalami penurunan.Akan tetapi, banyaknya kerusakan hutan yang terjadi saat ini tidak membuat permintaan kayu menurun, bahkan permintaaan kayu cenderung meningkat sebagai akibat pesatnya pertumbuhan penduduk. Meningkatnya permintaan kayu untuk bahan papan ataupun untuk bahan baku industri kehutanan dapat memengaruhi kuantitas dan kualitas kayu yang dipasokkan. Hal tersebut dikarenakan lahan yang dijadikan tempat untuk tumbuh dijadikan areal non kehutanan. Berdasarkan data statistik Departemen Kehutanan (2009), produksi kayu periode 2004 – 2008 mencapai 31,98 juta m3 . Produksi kayu sebesar tersebut, 76% nya berasal dari hutan tanaman.
Cara untuk mengantisipasi masalah kekurangan kayu adalah membuat hutan tanaman.Salah satu jenis pohon yang saat ini dapat dijadikan sebagai hutan tanaman adalah pohon jabon (Warisno dan Dahana, 2002).Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), merupakan jenis pohon tropis yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia (Krisnawati et al., 2011). Menurut Martawijaya et al. (1989 dalam Krisnawati et al., 2011) jabon telah dibudidayakan di Jawa Barat dan Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, hampir di seluruh provinsi di Sumatera dan Sulawesi, dan juga di Sumbawa dan Papua. Tanaman tersebut memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan karena termasuk pohon cepat tumbuh dan dapat tumbuh di berbagai jenis tanah.
Namun demikian, dalam pemeliharaan pohon jabon terdapat beberapa kendala antara lain serangan hama. Gangguan oleh serangan hama dapat mengurangi kualitas serta kuantitas kayu pada tegakan hutan jabon. Hama yang menyerang suatu populasi hutan tanaman dapat bersifat sangat merusak.Sesungguhnya masalah ini tidak hanya terjadi pada hutan tanaman jabon. Tanaman akasia dan eukaliptus yang selama ini dikembangkan oleh banyak perusahaan hutan tanaman industri (HTI) dalam kondisi pertanaman monokultur sering mengalami serangan hama, terutama bila musuh alami hama baik predator maupun parasitoid dalam  keadaan populasi rendah (Pribadi, 2010).

1.2      Tujuan
Untuk mengetahui dan mempelajari jenis-jenis hama yang menyerang pada bibit tanaman jabon beserta cara pengendalian.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Taksonomi Jabon
      Taksonomi tanaman jabon adalah sebagai berikut (Krisnawati et al., 2011). Nama Botani : Anthocephalus cadamba Miq. Marga : Rubiaceae Submarga : Cinehonoideae Sinonim : Anthocephalus chinensis (Lamk.) A. Rich. Ex. Walp., Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil., Nauclea cadamba (Roxb.), Neolamarkcia cadamba (Roxb.) Bosser, Sarcocephalus cadamba (Roxb.)Kurz., Anthocephalus indicus A. Rich., Anthocephalus morindaefolius Korth. Tanaman jabon memiliki banyak nama umum di berbagai daerah di Indonesia (Martawijaya et al., 1989 dalam Krisnawati, 2011), di antaranya ialah : jabon, jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian (Jawa); galupai, galupai bengkal, harapean, johan, kalampain, kelampai, kelempi, kiuna, lampaian, pelapaian, selapaian, serebunaik (Sumatera); ilan, elampayan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak (Kalimantan); bance, pute, loeraa, pontua, suge manai, sugi manai, pekaung, toa (Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe, sencari (Nusa Tenggara); aparabire, dan masarambi (Papua).
2.2 Botani dan Sifat Kayu
Daun Daun jabon berbentuk oval. Panjang daun jabon dewasa antara 15–50 cm dengan lebar daun antara 8–25 cm. Daun jabon halus, tidak berbulu, dan sedikit berlapis lilin di bagian atasnya. Tulang daun jabon terlihat jelas berwarna hijau muda (Warisno dan Dahana, 2002).Batang Ciri dan karakteristik batang jabon adalah batang relatif ramping dan lurus. Tinggi batang pohon dewasa bisa mencapai 45 m dengan tinggi bebas cabang (TBS) 30 meter dan diameter batang setinggi dada (DBH) 100 – 160 cm. Cabang dan ranting membentuk tajuk berbentuk mahkota yang lebar. Pada tanaman jabon yang masih muda, cabang dan ranting berwarna abu-abu dan lunak.Namun pada tanaman jabon yang telah dewasa, cabang dan ranting berwarna agak cokelat, keras, dan kasar (Warisno dan Dahana, 2002).Akar Jabon memiliki 2 jenis akar, yaitu akar tunggang dan akar samping.Kedua akar ini memiliki fungsi utama yang berbeda, namun saling mendukung.Akar tunggang memiliki fungsi utama memperkokoh pohon, sedangkan akar samping berfungsi mencari hara dan air.Akar dapat tumbuh sangat panjang, terutama bila terjadi kekurangan unsur hara.Namun, jika hara tersedia dalam jumlah yang cukup, maka akar tumbuh secara normal.Akar yang terlalu panjang tidak baik secara budidaya karena mengganggu keberadaan tanaman yang lain (Warisno dan Dahana, 2002).

2.3 Jenis – jenis Hama Bibit Jabon
Akibat dari serangan serangga ini sebagian atau seluruh bagian daun rusak karena dimakan.Secara visual daun tampak berlubang, atau terdapat bekas gigitan baik di tengah maupun tepi daun.Kondisi kerusakan yang parah bisa berupa defoliasi (tanaman kehilangan daun).Jenis-jenis serangga yang menimbulkan kerusakan seperti ini adalah serangga yang struktur mulutnya tipe mandibulata, misalnya antara lain ordo Lepidoptera (larva), Coleoptera (larva dan dewasa), serta Orthoptera (nimfa dan dewasa) (Susilo, 2007). Dua jenis ulat yang sering diketahui menyerang tanaman jabon, yaitu Arthroschista hilaralis (Lepidoptera: Pyralidae) dan Daphnis hypothous (Lepidoptera: Sphingidae) (Chung et al., 2009) adalah tergolong hama perusak daun. Pada tanaman akasia dikenal dua jenis hama perusak daun yaitu ulat kantong Pteroma plagiophleps (Lepidoptera: Psychidae) dan belalang Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae). Ulat kantong Pteroma juga  menyerang tanaman sengon, sedangkan pada tanaman meranti (Shorea sp.) sering dijumpai mengalami kerusakan daun akibat serangan ulat bulu Calliteara cerigoides (Lepidoptera: Lymantriidae) (Nair dan Sumardi, 2000).







BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Jenis – jenis  serangga yang menyerang tanaman jabon


3.2 Pembahasan
3.2.1 Jenis hama
1. Daphnis hypothous
Hama yang dapat menyebabkan kerusakan yang besar pada tanaman jabon, karena akan memakan daun jabon. Serangan hama ini terjadi dalam jumlah yang besar dapat berakibat pada kematian tanaman. Hama ini menyerang tanaman jabon pada fase larva berwarna hijau. Ciri – ciri keberadaan hama ini yaitu dapat dilihat pada kotorannya yang berwarna hitam kecoklatan dan berbentuk seperti pelet. Larva hama aktif pada siang hari sedangkan pada fase dewasanya pada malam hari. Larva ini memiliki ukuran panjang 50 – 60 mm dengan ukuran maksimal sampai 105 mm.
Hama Daphnis hypothous

Hama yang menyebabkan kerusakan pada daun, jenis Daphnis hypothous merupakan hama yang menimbulkan tingkat kerusakan tertinggi. Serangan hama ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan jika hama ini menyerang tanaman pada tingkat persemaian maka dapat mangakibatkan kematian karena tanaman tersebut kehilangan daun. Serangan yang berat pada tanaman percobaan jabon di Kalimantan Selatan oleh sejenis ulat. Meskipun serangan hama pada jabon umumnya memakan daun hingga membuat lubang parah, tetapi tanaman jabon umumnya mampu memulihkan diri dengan baik. (Krisnawati dkk, 2010).
2. Ulat daun Arthroschista hilaralis
Merupakan hama defoliator yang umumnya merusak tanaman jabon dengan memakan daun. Serangan A. hilarali sdapat memperlambat pertumbuhan tanaman, menyebabkan terjadinya dieback (mati pucuk) dan terbentuknya cabang epikormik. Serangan A. hilaralis dilaporkan bisa mempengaruhi pertumbuhan jabon sebesar 46% pada tegakan jabon berumur 2 tahun.


Fase yang merusak tanaman jabon pada bagian daun yaitu pada saat hama ini mencapai tingkat larva. Pada instar pertama dan kedua. Ulat hanya memakan pada jaringan lunak daun. Serangan ulat baru dijumpai setelah bibit berumur 3 bulan.Gejala serangan pada bibit ditandai dengan pelipatan daun baik satu daun dalam satu bibit ataupun 2 atau lebih daun dalam satu bibit.Pelipatan daun juga terjadi antar individu bibit jabon yang berdekatan. Dalam satu daun bisa ditemukan satu atau lebih ulat dengan satu atau lebih instar.


Ulat akan menggulung daun ke arah dalam. Serangan yang berat dapat mengakibatkan daun kering, gundul dan rontok. Serangan paling berat pada bibit jabon karena memang tanaman inang utama.
Pada saat bibit berumur 4 bulan, tingkat serangan A. hilaralis cenderung meningkat. Kecenderungan peningkatan serangan ulat ini diduga disebabkan pengaruh faktor cuaca (suhu dan kelembaban).Besarnya serangan A. hilaralisbaik insidensi maupun intensitas serangan dipengaruhi salah satunya karena faktor lingkungan dalam hal ini cuaca.
3. Hama Lepidoptera dan Hemiptera
Serangan hama pemakan daun dari ordo Lepidoptera ataupun serangga penusuk, penghisap dari ordo Hemiptera ditemukan pada tingkat bibit. Hama yang berasal dari kedua ordo ini, semuanya menyerang bagian daun, menyebabkan daun menggulung dan tersisa tulang daun, yang berakibat pada gangguan proses fotosintesis sehingga asupan bahan makanan bagi pertumbuhan menjadi berkurang.

3.2.2 Teknik pengendalian hama
3.2.2.1 Pengendalian secara fisik
Penggunaan sekam dan kompos sebagai media bibitmerupakan salah satu cara pengendalian secara fisik. Sekamdapat memberikan tambahan unsur hara bagi tanaman. Sekam tersebut mengandung bahan silikat yang cukup tinggi, kalium dioksida, magnesium oksida, fosfat oksida, sulfat oksida, dan karbon (Badan Pengendali Bimas, 1983 dalam Wilis, 2010). Menurut Ritonga (1991) dalam Wilis
(2010), pengaruh silikat terhadap tanaman yaitu dapat memperbaiki daya tumbuh, meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, memperlancar penyerapan hara, dan dapat juga membantu penghematan pemakaian air pada tanaman. Selain penggunaan sekam dan kompos sebagai media bibit, pengendalian secara fisik juga dapat dilakukan dengan menghilangkan bagian tanaman yang diserang, atau apabila serangan sudah sangat parah, pemusnahan dilakukan pada tanaman yang sudah terserang berat.
3.2.2.2 Pengendalian secara kimia
Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menggunakan pestisida ataupun insektisida kimia. Penggunaan cara ini dirasakan cukup efektif dan efisien, namun tidak ramah lingkungan. Akibat penggunaan bahan kimia yang terus menerus dikhawatirkan dapat menghilangkan predator alami dari hama tersebut. Teknik pengendalian kimia yaitu menggunakan pestisida kimia, seperti imidakloprid, karbofuran, benomil 50%, dan mancozeb 80%.
3.2.2.3 Pengendalian secara biologi
Pengendalian hama penyakit menggunakan pestisida maupun insektisida alami dan dimaksudkan untuk menghambat, bahkan mematikan organisme yang menganggu ataupun merusak tanaman. Sifat dari pestisida maupun insektisida ialah racun yang dapat menghambat pertumbuhan ataupun perkembangan pertumbuhan dari organisme pengganggu tanaman. Beberapa jenis tanaman sudah digunakan sebagai bahan pestisida ataupun insektisidaramah lingkungan karena mempunyai kandungan biokimia yang mampu menekan perkembangbiakan organisme pengganggu tanaman. Jenis-jenis tersebut antara lain : Cengkeh (Syzygium aromaticum), Laos/Lengkuas (Alpinia galangal), Jahe (Zingiber officinale), Kencur (Kaempferia galanga L).





BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Jenis jenis hama yang menyerang bibit jabon antara lain : Daphnis hypothous, . Ulat daun Arthroschista hilaralis, Hama Lepidoptera dan Hemiptera, Locusta migratoria, Cosmoletrus sumatranus, Hyblaea puera, Pteroma phaliohelp. Dari segi kerusakan biasaanya dijumpai pada bagian daun. Dari beberapa hama yang menyerang bibit jabon yang menyebabkan kerusakan cukup parah yaitu hama Ulat daun Arthroschista hilaralis dan juga hama ini menjadikan jabon sebagai tanaman inang. Fase yang paling merusak bagian daun yaitu fase larva yang mana membuat daun seperti berlubang, menggulung dan rontok. Cara pengendalian dari beberapa hama yang menyerang yaitu pengendalian fisik, kimia dan biologi.

4.1 Saran
Sebaiknya pemilihan cara pengendalian hama pada tanaman jabon lebih diperhatikan lagi agar tidak berdampak kerusakan lingkungan dan lain – lain.










DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, I., Intari, S.E. & Darwiati, W. 2006. Hama dan Penyakit Hutan Tanaman.       Badan penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Asikin, S. 2011. Flora Rawa Sebagai Pengendali Hama dan Penyakit Tanaman.      Prosiding Seminar Nasional Persatuan Entomologi Indonesia. Universitas            Padjadjaran.
Barnett, H.L & Hunter, B.B. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth   Edition. The American Phytopathological Society.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A. & Johnson, N.F. 1989. An Introduction to The Study of        Insect. Sixth Edition. Harcourt Brace College Publishers. Florida. The United       States of America.
Booth, R.G. , Cox, M.L. & Madge, R.B. 1990. Coleoptera. CAB international.      Cambridge. Australia.
Chung, A.Y.C., M. Ajik, R. Nilus, A. Hastie, R.C. Ong dan V.K. Chey. 2009. New          records of insects associated with Laran (Neolamarckia cadamba) in Sabah.    Sepilok Bulletin 10: 45-63 hlm.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 1994. Pedoman Pengenalan Pestisida Botani.       Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan. Deptan. Jakarta.
Dadang dan Prijono, D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan dan          Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut          Pertanian Bogor. Bogor.
Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia. http://www. Dinas-  Kehutanan-Jakarta.htm. Diakses 3 Agutus 2014
Krisnawati, H., M. Kallio, dan M. Kanninen. 2011. Anthocephalus cadamba Miq.:             Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Buku. CIFOR. Bogor. 22 hlm.
Nair K.S.S. dan Sumardi. 2000. Insects Pest and Diseases in Indonesian Forest.     Buku. CIFOR. Bogor. 87 hlm.
Octriana, L. & Noflindawati. 2010. Efektifitas Agen Hayati dalam menekan Penyakit         Rebah Semai pada Benih Pepaya. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.      Sumatera Barat
Pribadi, A. 2010. Serangan hama dan tingkat kerusakan daun akibat hama defoliator         pada tegakan jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) di Riau. Jurnal Hutan dan    Konservasi Alam 7(4):451-458 hlm
Susilo. Fx. 2007. Entomologi Pertanian. Buku. Universitas Lampung. Lampung. 127         hlm.
Warisno dan K. Dahana. 2002. Peluang Inventasi Jabon Tanaman Kayu Masa       Depan. Buku. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 109

Comments

Popular posts from this blog

Laporan ilmu ukur pengenalan alat ukur

LAPORAN SIS LAYOUT PETA

Laporan sis